RSS

Selasa, 06 November 2012

Mewacanakan Pernikahan pada Orang Tua

Menyampaikan hal ini kepadamu ibu, sesulit aku mengatakan cinta kepadanya.
Setiap muslim atau muslimah yang sudah mencapai usia dewasa, tentu mempunyai keinginan untuk membentuk sebuah keluarga. Memiliki istri/suami dan juga anak. Menikah merupakan sunah nabi yang juga merupakan ibadah. Bahkan menikah merupakan separuh dari agama. Setiap yang ingin menikah pula mau tidak mau harus melewati tahapan demi tahapan. Walaupun masing-masing individu terkadang melewati tahapan-tahapan yang berbeda, tergantung situasi dan kondisi individu tersebut. Di antara tahapan-tahapan tersebut adalah menyampaikan keinginan kita untuk menikah kepada orang tua.

Kapankah kita menyampaikan hal ini kepada orang tua?. Apakah ketika kita sudah memiliki calon pendamping yang menurut kita tepat untuk menemani kita menjalani sisa-sisa umur kita, atau sebelum itu?. Mewacanakan atau mendiskusikan calon pasangan hidup kepada orang tua merupakan salah satu hal penting dalam pernikahan. Jangan sampai calon pendamping kita memiliki hubungan yang kurang baik dengan orang tua kita, karena menikah menyatukan dua keluarga, bukan hanya dua insan. Dan untuk mewujudkan hal ini butuh keberanian yang luar biasa, tidak mudah untuk mengawali diskusi tentang hal ini pada orang tua, seperti ungkapan saya di awal tulisan ini. Menyampaikan hal ini kepadamu ibu, sesulit aku mengatakan cinta kepadanya.

Salah satu nasihat guru saya adalah: kau tanyakan pada orang tuamu, apakah calon yang kau ajukan disukai olehnya atau tidak, dan kau tanyakan pula apakah dia juga mempunyai calon pendamping hidup untukmu. Bukankah indah ketika, orang tuamu mempertimbangkan pilihanmu. Dan kamu mempertimbangkan pula pilihan orang tuamu. Jika memang dia telah memilihkan seseorang untukmu. Sehingga pilihanmu adalah yang terbaik untukmu dan juga untuk orang tuamu. Walaupun yang menikah itu kamu tapi sadarilah bahwa menikah itu bukan hanya menyatukan dua insan tetapi dua keluarga. Sehingga orang yang kau jadikan pendamping hidupmu setidaknya mendekati kriteria yang dia inginkan. Dan kau mendapatkan pula kriteria yang kamu inginkan.

Sebelum kita menyampaikan keinginan kita untuk menikah, alangkah baiknya kita perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Menunjukkan prestasi dan kemampuan diri
Tunjukkan kepada orang tua bahwa kita bukan lagi anak kecil ingin dimanja, telah layak untuk menikah. Yakinkan orang tua dengan parade prestasi, maka insya Allah akan membukakan hati orang tua kita untuk menyatakan: ternyata anak saya mampu. Karenanya, berprestasilah terlebih dahulu dan tunjukkan pada orang tua agar mereka bisa tenang saat merestui anaknya berproses menuju pernikahan.

2. Memberikan Penjelasan tentang Anjuran Menyegerakan Pernikahan
Terkadang orang-orang tua merasa tenang-tenang saja dengan isu pernikahan. Mereka belum sadar bahwa usia semakin menua dan saat untuk menimang cucu telah tiba. Karenanya berikan pemahaman bahwa urusan nikah adalah ibadah mulia yang juga mengikuti kaidah : “ Lebih Cepat Lebih Baik “, sebagaimana sabda:
Dari Ali ra, Rasulullah SAW bersabda : “ Wahai Ali, tiga hal yang jangan engkau tunda-tunda (yaitu) : Sholat ketika telah datang waktunya, jenazah yang sudah siap (dimakamkan), dan bujangan yang sudah menemukan pasangannya (yang sekufu) “ (HR Tirmidzi dan Ahmad)

3. Curhat Pada Orang tua tentang Kegelisahan Hati dan Banyaknya Godaan di Luar Sana
Barangkali para orang tua belum sadar sepenuhnya bagaimana kondisi dunia luar yang bisa mengotori hati putra-putrinya. Di sana ada pemandangan syahwati yang bertaburan di jalanan dan sekolahan. Di sana ada satu dua pandangan dan sapaan yang melenakan. Di sana ada ucapan-ucapan indah yang mengotori niat dan hati. Belum lagi dengan iringan lagu-lagu romantis yang senantiasa memprovokasi.

4. Meyakinkan tentang rizki dan tekad kuat untuk mandiri
Sungguh kurang layak mengajukan pernikahan pada orang tua jika kantong ini belum terisi dari keringat kita sendiri. Memang ada satu dua kasus di mana orang tua ‘sholih’ sangat inisiatif dalam membantu pernikahan anaknya secara finansial. Barangkali ia terinspirasi dengan Nabi Syu’aib yang begitu kooperatif membantu pernikahan putrinya dengan nabi Musa as. Tapi saya yakin tidak banyak orang tua yang semacam itu.
Jangan lupa mengingatkan konsep ekonomi ‘Ketuhanan’ yaitu pernikahan adalah salah satu pintu-pintu rizki di muka bumi ini. Betapa banyak yang menjadi kaya dan bersemangat dalam berusaha saat di rumah telah ada bidadari yang memotivasi. Yakinkan para orang tua dengan ayat monumental tentang pernikahan dan rizki

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ 

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS An-Nuur 32)

5. Menyampaikan bahwa Akhlak dan Agama adalah Prioritas Utama dalam mencari pasangan nantinya
Terakhir, meyakinkan bahwa ‘calon mantu’ nanti adalah sosok yang terpilih karena keshalihan dan agamanya. Bukan sekedar tampan dan cantik karena ini bukan audisi model dan artis, bukan pula sekedar kaya raya karena ini bukanlah membuat perusahaan komersial. Tapi yang dicari adalah dua kriteria utama : Akhlak dan Agamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar